Opini Tentang LGBT Dari Sisi Budaya dan Agama
Sejarah
Keberadaan LGBT
Dalam
sejarahnya di masa lalu, keberadaan kaum LGBT di Barat (Eropa) bukan hanya
dilarang oleh masyarakat dan institusi agama, tetapi juga dilarang secara hukum
dan di kriminalkan oleh negara. Dengan dasar pembenaran atau interpretasi dari
teks Injil atau ajaran kristiani (kisah Sodom dan Gomora), kaum lesbian
dianggap sebagai kaum yang berdosa dan dikutuk oleh Tuhan sehingga harus
dimusnahkan.
Pada
tahun 1960-an kaum LGBT (hampir seluruh Eropa) secara tegas menuntut kesamaan
hak dengan warga negara lainnya tanpa membedakan orientasi seksualnya. Di
Amsterdam, pada tanggal 4 Mei 1970 Aksi Kelompok gay Muda Amsterdam
(Amsterdamse Jongeren Aktiegroep Homoseksualiteit) melakukan aksi peringatan
nasional untuk para korban meninggal akibat kekerasan yang dialami korban
homoseksual. Peringatan ini dilakukan di Bundaran Dam namun polisi membubarkan
aksi ini dan menangkap beberapa aktivis dengan tuduhan telah mengganggu
ketertiban umum.
Pada
bulan Mei 1979, dicetuskan dari ide anggota Center for Culture and Recreation
sebuah organisasi lesbian yang didirikan pertama kali di Amsterdam tahun 1946
untuk mendirikan sebuah monument peringatan bagi kaum homoseksual yang bekerja
sama dengan kelompok gay dari Partai Sosialist Pasifist (The Gay Group of The
Pasifist Socialist Party). Ide ini mendapat dukungan dari kelompok gay dan
lesbian, baik dari individu maupun kelompok yang terdiri dari 7152 group
lesbian dan gay juga dukungan dan antusiasme dari dunia internasional.
Untuk
merealisasikannya, dilakukan pencarian dana dengan membentuk Komite Pencarian
Dana (Fund Raising Committee) yang beranggotakan para aktivis gay dan lesbian,
politisi, seniman dan aktivis keagamaan.
Sejarah
LGBT di Indonesia
LGBT
masuk ke Indonesia sejak era 1960-an. Ada yang menyebut
dekade 1920-an. Namun, pendapat paling banyak menyebut fenomena LGBT ini sudah
mulai ada sekitar dekade 60-an. Lalu, ia berkembang pada dekade 80-an, 90-an,
dan meledak pada era milenium 2.000 hingga sekarang.
Jadi,
secara kronologis, perkembangan LGBT ini sesungguhnya telah dimulai sejak era
1960-an. Kalau dulu terkenal Sentul dan Kantil, kini sebutannya adalah Buci dan
Femme.LGBT selalu menggunakan hak seksualitas dan hak asasi manusia sebagai
tamengnya. Namun, mereka lupa masyarakat Indonesia yang tidak sepakat dengan
LGBT juga memiliki hak asasi. Kalau mereka menggunakan hak itu untuk senjata
agar diterima, masyarakat juga punya hak asasi menyelamatkan generasi dari
LGBT. Menyelamatkan dari seks menyimpang, menyalahi fitrah manusia, norma, dan
agama.
Kaum
LGBT dan pendukungnya juga menuding agama Islam, Kristen, dan masyarakat yang
menolak LGBT dianggap konsevatif. Pertanyaannya: agama mana yang menerima LGBT?
Islam, Kristen, bahkan Yahudi melarang gaya hidup LGBT. Tak ada agama yang
mengizinkan. Jadi, LGBT menganut agama apa, budaya mana?
PENJELASAN
LGBT DALAM AGAMA ISLAM DAN BUDAYA
Pandangan
Islam
Dalam
Islam LGBT dikenal dengan dua istilah, yaitu Liwath (gay)
dan Sihaaq(lesbian).Liwath (gay) adalah
perbuatan yang dilakukan oleh laki-laki dengan cara memasukandzakar (penis)nya
kedalam dubur laki-laki lain. Liwath adalah suatu kata
(penamaan) yang dinisbatkan kepada kaumnya Luth ‘Alaihis salam,
karena kaum Nabi Luth ‘Alaihis salamadalah kaum yang pertama kali
melakukan perbuatan ini (Hukmu al-liwath wa al-Sihaaq, hal.
1). Allah SWT menamakan perbuatan ini dengan perbuatan yang keji (fahisy)
danmelampui batas (musrifun). Sebagaimana Allah terangkan dalam al
Quran:
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ ( ) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ ( )
“Dan
(Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia
berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang
belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya
kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada
wanita, bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS. Al ‘Araf: 80
– 81)
Sedangkan
Sihaaq (lesbian) adalah hubungan cinta birahi antara sesama wanita dengan image dua
orang wanita saling menggesek-gesekkan anggota tubuh (farji’)nya
antara satu dengan yang lainnya, hingga keduanya merasakan kelezatan dalam
berhubungan tersebut (Sayyid Sabiq, Fiqhu as-Sunnah, Juz
4/hal. 51).
Hukum Sihaaq (lesbian)
sebagaimana dijelaskan oleh Abul Ahmad Muhammad Al-Khidir bin Nursalim
Al-Limboriy Al-Mulky (Hukmu al liwath wa al Sihaaq, hal. 13) adalah
haram berdasarkan dalil hadits Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan
oleh Al-Imam Muslim (no. 338), At-Tirmidzi (no. 2793) dan Abu Dawud (no. 4018)
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
«لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَ يُفْضِى الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِى الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ».
“Janganlah
seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita
melihat aurat wanita lain. Dan janganlah seorang laki-laki memakai satu selimut
dengan laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita memakai satu selimut
dengan wanita lain”
Terhadap
pelaku homoseks, Allah swt dan Rasulullah saw benar-benar melaknat perbuatan
tersebut. Al-Imam Abu Abdillah Adz-Dzahabiy -Rahimahullah- dalam
Kitabnya “Al-Kabair” [hal.40] telah memasukan homoseks sebagai
dosa yang besar dan beliau berkata: “Sungguh Allah telah menyebutkan kepada
kita kisah kaum Luth dalam beberapa tempat dalam Al-Qur’an Al-Aziz,
Allah telah membinasakan mereka akibat perbuatan keji mereka. Kaum muslimin dan
selain mereka dari kalangan pemeluk agama yang ada, bersepakat bahwa homoseks termasuk
dosa besar”.
Hal
ini ditunjukkan bagaimana Allah swt menghukum kaum Nabi Luth yang melakukan
penyimpangan dengan azab yang sangat besar dan dahsyat, membalikan tanah tempat
tinggal mereka, dan diakhiri hujanan batu yang membumihanguskan mereka,
sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Hijr ayat 74:
LGBT
dalam budaya Indonesia
Dalam
masyarakat dengan nilai-nilai kepercayaan budaya tradisional seperti Indonesia,
bisa dipastikan peluang masyarakat berkecenderungan homopobia, terbuka begitu
lebarnya. Tak mengherankan kalau kaum minoritas para lesbian, gay, biseksual,
dan transgender (LGBT), sama sekali tidak mendapat tempat dan semakin
termarginalisasi dari masyarakat.
Kecenderungan
masyarakat Indonesia untuk membenci para LGBT, didasarkan atas kepercayaan yang
mengatakan bahwa hubungan sesama jenis kelamin adalah dosa yang tidak
termaafkan. Kalaupun tidak mengkambinghitamkan agama yang melarang aktivitas
seksual LGBT, budaya barbar Barat-lah yang kemudian dijadikan alasan. Bahwa
jika mereka mengenal seorang LGBT, ia lantas dikatakan terlalu banyak
terpengaruh budaya “luar”. Penganggapan seseorang dengan kecenderungan bukan
heteroseksual sebagai “orang luar”, kemudian menjadi semacam isyarat untuk
meng-alien-asikan seseorang atau sekelompok orang dari segala bidang
pemberdayaan, sebut saja pendidikan. Tak jarang mereka yang memiliki orientasi
seksual sesama jenis ini, mendapat olok-olok dan menjadi bulan-bulanan pada
lingkup di mana ia berada, seperti sekolah. Sehingga, banyak para remaja yang
pada akhirnya keluar dari lingkup institusi pendidikan dengan alasan tak tahan
atas cemoohan yang biasa dilakukan teman sejawatnya sendiri atau orang-orang di
lingkungan tersebut. Fenomena ini lalu menjadi dampak lanjutan terhadap para
LGBT yang dibatasi dari dunia kerja.
Tentu
kita semua tahu stereotipe terhadap para transgender, yang biasanya turun ke
jalan melacurkan diri demi memenuhi kebutuhan hidupnya, bekerja di salon, atau
menjadi penghibur karena tak banyak ruang diberikan kepada mereka). Itu terjadi
dikarenakan oleh tidak dibekalinya mereka dengan keterampilan dan pengetahuan
memadai yang mampu memberdayakan mereka. Kalaupun memang ternyata mereka
berpendidikan, pada akhirnya, mereka juga tidak bisa memanfaatkan bekalnya
karena banyak ketidakadilan pada dunia kerja yang masih memandang sebelah mata
terhadap kaum transgender. Tak urung mereka pun diposisikan pada dunia hiburan
sebagai penghibur malam, yang mengundang senda gurai para penonton laki-laki.
Meski tak menutup kemungkinan tentu saja ada banyak transgender yang bekerja
sebagai eksekutif profesional dengan perjuangan yang berlipat-lipat ganda.
Kesimpulan
:
1.
Hubungan sesama jenis yang dilakukan manusia sudah dilarang oleh
agama manapun. Dalam sebuah sejarah agama pun pernah terjadi dan mereka
mendapat suatu balasan dari tuhan.
2.
Untuk Hak yang diberikan oleh pemerintah, jika memang sudah ada
organisasi ini sebaiknya dibatasi dan diatur oleh undang-undang atau perlu
diberi hukuman mati kepada seluruh pengikut dan penganutnya.
3.
Suatu bencana akan terjadi bila ini tetap diperbolehkan untuk
berkembang.
4.
Dan ini merupakan suatu penyakit jiwa yang menular jika tidak
diatasi atau ditangani dengan benar.
Comments
Post a Comment